Kamis, 27 Maret 2008

Kretifitas

Berbicara tentang kretifitas, mau tidak mau kita juga harus berbicara tentang kemampuan. Setiap orang mempunyai kreatifitas yang berbeda. Ada yang kreatif merangkai bunga dan kreatif menggambar.

Pada saat Tsanawiyah aku sangat senang membuat kerajinan dari sedotan misalnya membuat bunga dan bingkai foto dari sedotan. Selain dari sedotan, aku juga senang membuat bunga dari kertas kref.

Aku senang sekali mengarang. Kadang membuat puisi, cerpen dan sekarang \sedang belajar membuat novel di FLP (Forum Lingkar Pena) Ciputat. Saat sekolah di Aliyah terkadang aku sering mengikuti berbagai lomba diantaranya lomba cerdas cermat dan karya tulis ilmiah. Alhamdulillah setiap mengikuti lomba aku selalu menang.

Karena aku senang mengarang dan hobi membaca buku, saat Aliyah aku mendapat kepercayaan menjadi anggota Osis yang menjabat sebagai ketua departemen perpustakaan. Departemen perpustakaan selain mengatur dan mengelola perpuistakaan yang berhubungan dengan buku, tetapi juga bertugas mengurusi majalah dinding. Nah, dengan mengurusi mading aku jadi tambah senang dengan mengarang.

Sekarang aku berada di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, dengan masuk jurusan hasa Indonesia aku dapat belajar tentang dunia tulis menulis dan sastra. dan itu membuat aku tambah senang untuk mengarang.

Senin, 17 Maret 2008

PERKEMBANGAN REMAJA

Selasa, 2008 Maret 11

Memahami Perkembangan Kita

Orang bilang, masa remaja itu masa yang paling indah, ekspresif, produktif. Tapi, kita juga dibilang sok tau, seenaknya, dan kurang bisa menghormati orang dewasa. Jadi, kita sebenarnya gimana, sih?

Ada berbagai aspek perkembangan yang kita alami, antara lain berkaitan dengan aspek sosial, emosional, konsep diri, heteroseksual dan kognitif. Yuk kita bahas satu-satu.

<>

Perkembangan sosial

Semula kita memang bertingkah laku sebagai anak-anak, ketika kita dalam tahap usia anak-anak, kemudian menjadi remaja lalu serta-merta orang dewasa memosisikan kita bisa berperilaku dewasa, menyesuaikan diri dengan peran-peran dewasa dan melepaskan diri dari peran-peran sebagai anak-anak. Di sinilah titik pangkal yang menyebabkan kita berada dalam kondisi yang sulit. Maka, timbullah kebutuhan kita, misalnya akan identitas diri, individualitas bahkan kebutuhan akan kemandirian. Nah, ketika kebutuhan tersebut muncul dan orang dewasa tidak memahaminya, lagi-lagi inilah yang sering menjadi sumber permasalahan kita dengan orang dewasa atau lingkungan kita.

Kita mungkin pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi benturan nilai teman-teman dengan ortu. Rasanya sudah enggak sabar ingin lepas dari pengaruh ortu, berusaha mandiri, dan punya keputusan sendiri. Misalnya memutuskan untuk tampil cool dengan ikutan merokok bareng teman-teman lain. Padahal, merokok amat sangat dilarang oleh ortu.

Benturan nilai ini akan sering kita hadapi. Pada contoh yang lebih ringan adalah pemberlakuan jam malam. Kita mungkin harus sudah sampai rumah paling telat pukul sepuluh. Jadi, selamat tinggal party-party yang baru mulai pukul sepuluh malam. Sementara itu, banyak teman yang orangtuanya membolehkan mereka ikutan party sampai tamat.

"Perang dunia" menahun bakal terjadi, dan bukan enggak mungkin bakal kronis, jika kita bukan tipe anak yang punya hubungan hangat dengan orangtua. Hubungan itu malah akan membangun semangat saling mau mengerti antara kita dan ortu. Iyalah, ortu mana sih yang rela melepas anaknya pulang malam untuk datang ke acara (yang menurut mereka) enggak juntrung? Sebaliknya, anak mana sih yang enggak ngomel berat dilarang datang ke party paling cool sedunia sama ortunya?

Hubungan yang hangat dalam keluarga membuat kita mau menerangkan perasaan kita. Dan, ortu pun akan rela hati mendengarkan kita, juga mau menjelaskan alasan pelarangan itu dalam bahasa yang nyantai. Seringnya membuat kesepakatan antara kita dengan ortu, akan sangat membantu perkembangan diri kita. Termasuk perkembangan kehidupan sosial kita

Perkembangan emosi

Bentuk atau jenis emosi pada manusia itu ternyata banyak, misalnya; takut, khawatir, cemas, marah, sebal, frustrasi, cemburu, iri hati, ingin tahu, sayang, cinta benci dukacita, bahagia, dan masih banyak lagi. Lalu apa hubungannya dengan kita? Ternyata jenis atau bentuk emosi yang disebut tadi memiliki ciri-ciri perkembangan yang berbeda-beda dalam setiap tahapan perkembangan manusia. Dalam tahap remaja seperti kita sekarang ini ciri-ciri perkembangan emosi kita sebagai berikut:

• Lebih mudah bergejolak dan biasanya diekspresikan dengan meledak-ledak.

• Kondisi emosional yang muncul tadi berlangsung lama, sampai akhirnya kembali dalam keadaan semula.

• Emosi yang muncul sudah bervariasi, bahkan kadang bercampur-baur antara dua emosi yang (sebenarnya) bertentangan. Misalnya, benci dan sayang dalam satu waktu.

• Mulai muncul ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi (sayang, cemburu, dan sebagainya).

• Mudah tersinggung dan merasa malu, karena umumnya sangat peka terhadap cara orang lain memandang kita. Tapi ini juga sangat tergantung dari perkembangan konsep diri kita.

Lalu bagaimana sebaiknya kita menghadapinya? Agar semuanya terjadi secara wajar, kita perlu upaya pengendalian emosi ataupun juga menghindari beban emosi. Caranya:

• Kita harus belajar menghadapi segala situasi itu dengan sikap yang rasional.

• Kita juga harus menghindari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat membangkitkan emosional. Kalau mengalami sesuatu yang bikin marah atau sedih, jangan kebawa emosi dulu.

• Memberikan respons terhadap situasi dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebih-lebihan, proporsional sesuai dengan keadaannya, dengan cara yang bisa diterima lingkungan sosial kita.

• Mengemukakan emosi positif kita (senang, bahagia, sayang) dan juga yang negatif (sebal, sedih, marah) secara benar dan proporsional.

Perkembangan konsep diri

Konsep diri ini berkenan dengan perasaan dan pemikiran kita mengenai diri kita sendiri, karena atas penilaian sendiri maupun penilaian dari lingkungan sosial kita. Misalnya kalau kita enggak puas terhadap kondisi fisik, maka konsep diri menjadi buruk. Hal ini membuat kita merasa rendah diri. Begitu pula sebaliknya, konsep diri positif bila kita menilai fisik kita menarik dan sesuai dengan yang diinginkan. Kalau kita dinilai oleh orang lain, misalnya sebagai remaja yang bisa gaul, pandai dan hal-hal yang positif lainnya, maka semangat positif itu dapat meningkatkan konsep diri dan ke-PD-an kita.

Salah satu ciri dari perkembangan konsep diri kita sebagai remaja ialah cenderung negatif antara lain karena berkembangnya fisik yang cukup drastis, kadang juga kurang proporsional (badan memanjang tapi kurus, bulat gemuk, dan sebagainya), merasa selalu diperhatikan orang lain atau menjadi pusat perhatian orang lain, memiliki aspirasi yang tinggi tentang segala hal.

Perkembangan kognitif

Dalam perkembangan ini perilaku yang muncul, misalnya kritis (segala sesuatu harus rasional dan jelas), rasa ingin tahu yang kuat (perkembangan intelektual kita merangsang untuk harus mengetahui segala sesuatu, dalam tahap ini muncul keinginan untuk bereksplorasi) dan egosentris (segala sesuatu masih dilihat dari sudut pandangannya).

Jadi, enggak usah terkaget-kaget dengan komentar orang dewasa terhadap diri kita, ya. Malah kalau perlu, beri mereka penjelasan bahwa beginilah perkembangan remaja. Bisa jadi, kita bakal terlihat lebih dewasa dibanding para orang dewasa itu.

Good luck!

YAHYA MA’SHUM DAN CHATARINA WAHYURINI (sumber: Modul PKBI)

PERKEMBANGAN REMAJA

Masa remaja adalah usia bermasalah. Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi oleh para remaja.hal ini disebabkan karena para remaja merasa dirinya mandiri, sehingga apabila terjadi suatu permasalahan, para remaja selalu ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru. Padahal remaja kurang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya menurut apa yang mereka yakini.

Setiap remaja pasti mengalami berbagai masalah, diantaranya yang berhubungan dengan orang tua bahkan dengan dirinya sendiri. Ketegangan-ketegangan yang terjadi dengan orang tua menjadi suatu permasalahan yang sering terjadi, karena perbadaan persepsi antara orang tua dan anak.

Layaknya sebagai seorang remaja dalam berbagai hal seorang remaja yang emosi dan keegoisannya tinggi, aku sering menghadapi ketegangan dengan orang tuaku dalam berbagai hal yang lebih menonjol adalah masalah dalam mencari teman untuk bergaul. Pacaran adalah permasalahan yang sering dibahas oleh kedua orang tuaku. mereka berdua selalu menaruh rasa curiga kepadaku, karena mereka tidak menginginkan pelajaranku terbengkalai hanya karena mempunyai hubungan spesial dengan lawan jenis.

Tidak hanya dalam masalah bergaul, aku merasa jauh dari orang tua. Ketika aku duduk di bangku Mts (Madrasah Tsanawiyah) aku lebih dekat dengan ayah daripada ibu, namun keadaan berubah total ketika aku menginjak bangku MA (Madrasah Aliyah) aku lebih dekat dengan ibuku tercinta.

Sebagai seorang bendahara di rumah tangga, ibuku selalu mengatur keuangan keluarga. Ibuku juga selalu mengingatkan diriku agar hidup hemat dan meninggalkan sifat boros. Namun, sebagai seorang remaja putri pasti ingin selalu mengikuti trend masa kini. Mulai dari model pakaian, rambut, tas, aksesoris dan lain-lain. Untuk mendapatkan tsemua itu membutuhkan biaya yang cukup banyak. Aku selalu meminta uang kepada ibuku untuk membeli apa yang aku inginkan.lagi-lagi karena masalah uang, sering terjadi pertentangan.

Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya berakhlak mulia dan berbakti kepada orang tua. Salah satu cara yang ditmpuh oleh kedua orang tuaku yaitu dengan menyekolahkan aku di pondok pesantren. Kehidupan di pindok pesantren mamang lebih menjamin dari pada kehidupan di luar. Segala perilaku, pergaulan sangat terkontrol. Pondok pesantren sangat menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Seluruh murid di sekolahku hanya khusus untuk perempuan, begitu juga dengan tenaga pengajarnya mayoritas perempuan, kalaupun ada guru laki-laki hanya beberapa orng saja, itupun telah berkeluarga dan rata-rata telah menginjak usia 35 tahun.

Masa pubertas adalah dimana seorang anak mengalami perubahan-perubahan dalam diri para remaja. Mulai dari perubahan tubuh, hormon, serta keinginan bersama dengan lawan jenis. Banyak dari para remaja yang tidak dapat mengontrol diri terhadap kecintaan dengan lawan jenis. Sehingga banyak di antara teman-temanku yang mendapat hukuman karena berhubungan dengan lawan jenis apalagi dengan anak pesantren putra. Untungnya aku dapat menjga diriku dari hal demikian karena aku takut dapat hukuman. Apabila seorang santri mendapatkan hukuman maka di mata para guru santri tersebut dipandang tidak memiliki akhlak yang baik karena telah melanggar peraturan yang berlaku. Para guru pasti akan mengetahui kalau ada yang mendapatkan hukuman karena ketika sekolah, santri yang mendapatkan hukuman mengenakan seragam sekolah yang berbeda dengan santrin yang lainnya yaitu dengan mengenakan jilbab berwarna merah.

Aku jadi teringat ketika semasa Mts, ketika itu aku di interogasi oleh ayahku karena ayahku mendengar kabar bahwa ada salah satu murid ayahku yang suka dengan diriku. Aku hanya terdiam tidak berani membantah perkataaan ayahku untuk membela diri. Sejak saat itu aku tidak berani untuk mempunyai teman spesial karena takut dimarahi lagi oleh ayahku. Akan tetapi sekarang ayahku mulai mengerti diriku sebagai seorang remaja.

Selain permasalahan dengan orang tua, para remaja juga mengalami krisis percaya diri. Banyak para remaja sekarang mengalami demam idola terutama mengidolakan para selebritis yang perilakunya sebenarnya tidak patut ditiru. Segala sesuatu yang berhubungan dengan sang idola pasti selalu dicontoh, mulai dari cara berpakaian, gaya rambut bahkan rela mengorbankan nyawanya hanya untuk melihat sang idola yang sedang mengadakan jumpa fans.

Perilaku di atas hanya beberapa contoh dari ketidak percayaan diri seorang remaja. Aku sendiri juga sering mengalami krisis kepercayaan diri. Sering mengidolakan seseorang dan sering memberikan sanjungan kepada orang yang aku anggap THE BEST. Kadang kala aku sering kali ingin bersikap seperti orang yang aku idolakan hingga harus membunuh karakter diriku sendiri.

Ketika kelas VII aku belum begitu mengalami krisis kepercayaan diri. Aku merasa enjoy dengan segala perbutan dan penampilanku tanpa menghiraukan orang lain suka atau tidak melihat dengan perbuatan dan penampilanku.namun ketika menginjak kelas VIII aku mulai mengidolakan seseorang dan itu memang membuat perubahan dalam segala hal hingga prestasiku di sekolah meningkat.

Dampak positif yang dapat aku ambil dari mengidolakan seseorang juga dibarengi dengan dampak negataif yang membuat aku tidak percaya dengan kemampuan yang aku miliki karena aku menjadikan dia sebagai kiblat. Segala apa yang dia perbuat selalu aku tiru.

Setelah mempelajari perkembangan remaja, sekarang aku baru mengetahui kenapa ketika di pondok pesantren banyak dari temanku yang tidak merasa percaya diri saat berjalan sendiri tanpa didampingi dengan yang lain. Memang begitu kiranya permasalahan yang dihadapi oleh seseorang pada saat fase perkembangan remaja.