Sabtu, 19 April 2008

KARAKTER GURU TERBAIK DAN TERBURUK

LIMA KARAKTER GURU TERBAIK MENURUT SAYA

  1. Memotivasi : memberikan semangat kepada para siswanya agar tidak pernah menyerah dalam belajar. Motivasi sangat diperlukan oleh setiap orang untuk tetap berusaha.
  2. Berbagi pengalaman: pengetahuan (ilmu) tidak hanya didapat dari belajar, tetapi pengetahuan juga didapat dari pengalaman seperti kata pepatah pengalaman adalah guru yang paling berharga. Dengan guru menceritakan pengalamannya kepada muridnya maka murid akan mengambil pelajaran dari pengalaman guru tersebut. Seorang guru yang banyak pengalaman, akan memberikan nilai tambah di mata muridnya.
  3. Ramah dan murah senyum: seorang guru harus ramah kepada muridnya dan murah senyum karena selain untuk menambah keakrabaan siswa dengan guru, senyum adalah ibadah.
  4. Penyayang: sebagai orang kedua setelah orang tua kandung, guru harus menyayangi seluruh muridnya tanpa pilih kasih (diskriminasi).
  5. Humoris: guru yang humoris lebih banyak disenangi oleh muridnya karena anak didik perlu hiburan juga ketika belajar, jangan terlalu tegang ketika belajar.

LIMA KARAKTER GURU TERBURUK MENURUT SAYA

  1. Jutek: guru yang jutek tidak akan disenangi oleh murid-muridnya apalagi kalau tidak pernah senyum. Jangankan untuk menjadi seorang guru yang disenangi oleh murid-muridnya, terkadang murid enggan untuk menegur guru yang jutek.
  2. Egois: dalam mengajar seharusnya guru harus menghindari sifat egoisnya. karena semua orang tidak suka dengan orang yang keras kepala.
  3. Pilih kasih: seorang guru tidak seharusnya pilih kasih (diskriminasi) terhadap murid, seorang guru harus memandang sama terhadap semua murid untuk menghindari kecemburuan sosial.
  4. Membosankan: seorang guru harus pandai mengelola kelas agar anak tidak merasa bosan ketika belajar. Jika anak didik merasa bosan ketika belajar, maka mereka tidak akan menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.
  5. Mendikte: tidak seharusnya seorang guru mendikte murid-muridnya karena kemampuan setiap murid berbeda. Seorang guru harus tahu kemumpuan setiapmuridnya

Selasa, 15 April 2008

Pengertian-pengertian psikologi dari aktivitas manusia

Pengertian-pengertian psikologi dari aktivitas umum manusia

  1. Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek, baik di dalam maupun di luar dirinya. Perhatian berhubungan erat dengan hubungan jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada suatu waktu. Terang tidaknya kesadaran kita terhadap sesuatu objek tertentu tidak tetap, ada kalanya kesadaran kita meningkat (menjadi terang), dan ada kalanya menurun (menjadi samar-samar). Keadaan lapangan kesadaran dan kekuatannya tidak tetap pula, kadang-kadang luas dan kadang-kadang menjadi sempit. Hal tersebut tergantung pada pengerahan aktivitas jiwa terhadap objek tertentu.

Taraf kesadaran kita akan meningkat jika jiwa kita dalam mereaksi sesuatu meningkat juga. Apabila taraf kekuatan kesadaran kita naik karena suatu sebab, maka kita berada pada permualaan perhatian. Perhatian timbul dengan adanya pemusatan kesadaran kita terhadap sesuatu.

  1. Pengamatan atau persepsi.

Pengamatan atau persepsi adalah aktifitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenali rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat-alat inderanya; dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia/individu mengenali milieu hidupnya.

Kemampuan pengamatan/persepsi manusia tidak hanya terbatas pada rangsangan yang berasal dari benda-benda atau objek-objek yang berasal dari alam luar, tetapi juga dapat mengenali rangsangan sakit, lapar dan dahaga yang merupakan fakta-fakta objektif dalam diri manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi/ pengamatan adalah proses dimana individu dapat mengenali objek-objek dan fakta-fakta objektif dengan menggunakan alat-alat indera.

  1. Tanggapan

Tanggapan adalah bayangan atau kesan dari pada apa yang pernah kita amati. segala sesuatu yang pernah kita amati/alami selalu tertinggal jejaknya atau kesannya di dalam jiwa kita. Hal itu dimungkinkan oleh kesanggupan chemis jiwa kita. Bekas/kesan yang tertinggal itu dapat ditimbulkan kembali (reproduksi). Selama tanggapan-tanggapan itu ada dalam bawah sadar kita disebut tanggapan talent. Sedangkan tanggapan-tanggapan yang yang berada dalam kesadaran kita disebut tanggapan aktuil.

  1. Fantasi

Fantasi sering disamakan dengan khayal. Akan tetapi dalam psikologi istilah fantasi diartikan lebih luas dari pada khayal. Fantasi adalah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru yang sudah ada pada diri kita.

  1. Ingatan

Ingatan ialah kjekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. Jadi, ada tiga unsur dalam perbuatan ingatan, ialah: menerima kesan-kesan, menyimpan, dan mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan mengingat pada manusia ini berada ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang pernah dialami. Namun tidak berarti bahwa semua yang dialami itu akan tetap tinggal seluruhnya di dalam ingatannya, karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.

  1. Berpikir

Berpikir adalah aktivitas jiwa yang mempunyai kecenderungan final (final tendency) yaitu pemecahan persoalan yang dihadapi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam kegiatan berpikir kita menggunakan pengalaman-pengalaman yang telah ada pada diri kita.

Berpikir merupakan suatu fakta psikis yang bersifat dinamis, dimana individu itu sendiri yang merupakan penggerak prosesnya .

  1. perasaan

Perasaan sebagai fungsi jiwa mempunyai arti memulai terhadap sesuatu. Situasi-situasi menyenangkan kita nilai secara positif,sedangkan situasi-situasi yang tidak menyenangkan kita nilai secara negatif. Perasaan sebagai keadaan-keadaan sesat pada individu yang muncul ketika terpadu secara pribadi dengan situasi yang ditempatinya jadi tersimpul dalam rumusan ini adanya suatu kesediaan kontak.

  1. Motif

Motif adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang untuk bertingkah laku atau berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam diri manusia, motif dapat berupa suatu kebutuhan, tujuan, cita-cita atau suatu hasrat/keinginan yang merupakan daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai suatu tujuan. William James menjadi dosen filsafat di Universitas Harvard selama
kurang lebih 31 tahun dan meninggal dunia tahun 1910, setelah
filsafat Pragmatismenya tersebar luas di Amerika dan Eropa. Buku-
bukunya yang diterbitkan setelah ia meninggal adalah: Some Problems
in Philoshophy (1911) dan Essays in Radical Empirism (1912).

Pengaruh William James terhadap tokoh-tokoh seperti Niels Bohr dan
Bertrand Russel begitu besar, terutama pada ajarannya yang menyangkut
dinamisme alam. Tidak hanya berkat tulisan-tulisannya, namun juga
cara hidupnya, filsafat pragmatisme menjadi populer. Tanpa
pragmatisme, melalui tokoh seperti James, dan berikutnya Pierce serta
Dewey, maka seluruh kehidupan intelektual pada abad XX, khususnya di
Amerika akan sukar dibayangkan.

b) John Dewey
alam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.

c) L. Thorndike
Edward L. Thorndike dilahirkan di Williamsburg, Massachusetts tahun 1874. Universitas Wesleyen dan Universitas Harvad merupakan dua perguruan tinggi yang banyak mewarnai ide-ide psikologi Thorndike. Dalam setiap eksperimennya, Thorndike mempergunakan hewan-hewan —terutama kucing— untuk mengetahui fenomena belajar. Seekor kucing lapar dalam sangkar kotak jeruji dengan peralatan lengkap eksperimen yang disebut instrumental conditioning (yang berarti tingkah laku yang dipelajari) berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).

a. Teori Koneksionisme Thorndike

Hasil Eksperimen Thorndike dikenal sebagai teori belajar koneksionisme (Muhibbin Syah, 2000 : 105). Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (yaitu yang berupa rangsangan seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera), dengan respon (yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan). Oleh karena itu, teori ini juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Menurut teori ini, perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati. Thorndike juga merumuskan beberapa hukum dalam belajar yaitu : pertama, motivasi (misalnya rasa lapar, rasa ingin dihargai, ingin pandai) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar. Kedua, low of effect; artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan maka hubungan antara stimulus dan respons semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.
Selain itu, Thorndike juga membuat hukum belajar lainnya yaitu law of readiness (hukum kesiap-siagaan) dan law of exercise (hukum latihan). Low of readiness pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme berasal dari pendayagunaan satuan perantara (conduction units). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Hukum ini menurut Reber (1988) hanya bersifat spekulatif dan historis. Law of exercise merupakan generalisasi atas law of use dan law of disue. Maksudnya jika perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi prilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika prilaku tadi tidak sering dilatih atau digunakan maka akan terlupakan atau sekurang-kurangnya menurun (law of disuse).

b. Aplikasi Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik. Ada beberap aturan yang dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran :

*
Perhatikan situasi peserta didik
*
Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
*
Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
*
Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut.
*
Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik
*
Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
*
Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan di sekolah menurut Thorndike yaitu :

1.
Sesuaikan dengan teorinya, dan sekolah harus mempunyai tujuan yang jelas.
2.
Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pengajaran harus dibagi menurut unit-unit, sehingga guru bisa memanipulasi bermacam-macam situasi misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan sebagainya
3.
Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana hingga yang kompleks
4.
Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam hubungan menentukan “apa yang menyenangkan bagi siswa“, oleh karena tingkah laku ditentukan oleh “eksternal reward” dan bukan oleh “intrinsic motivation”.
5.
Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan respons yang benar terhadap stimulus
6.
Respons yang salah harus segera diperbaiki agar tidak diulang kembali, ujian harus dilaksanakan secara teratur dan merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar telah sesuai dengan tujuan.
7.
Memberi masalah yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
8.
Bila siswa belajar secara baik, segera diberi hadiah (bisa berupa pujian, nilai bagus atau hadiah berupa barang), tetapi bila siswa berbuat salah harus segera ditegur atau diperbaiki agar tidak diulangi kembali.
9.
Pendidikan yang baik adalah pelajaran yang didapat di sekolah oleh peserta didik dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau “pelajaran berbasis kenyataan”

.JELASKAN MENGAPA Psikologi Pendidikan menjadi sangat penting untuk difahami dan diterapkan oleh Guru, saat memfasilitasi proses pembelajarannya?.

Karena apabila seorang guru memahami dan menerapkan Psikologi Pendidikan saat memfasilitasi proses pembelajarannya, maka seorang guru akan mengerti perkembangan anak didiknya sehingga pelajaran yang telah dia sampaikan akan mudah ditanggap oleh anak didiknya. Selain itu, seorang guru harus mengetahui bagaimana perkembangan anak didiknya, karena setiap anak didik mengalami perkembangan yang berbeda, adanya cepat dan ada yang lambat. Berhasil tidaknya seorang guru mengajar dapat dilihat dari kemampuan anak didiknya. Jadi, seorang guru harus memahami dan menerapkan psikologi pendidikan dalam proses pembelajarannya.